MAKALAH
PENDIDIKAN SENI RUPA
Dosen Pembimbing : Muhammad Reyhan Florean,
M.Pd.
Kelompok : 2
Prodi
- Kelas : 3 - A
Nama Anggota
:
1. Mei Agustina
Sintawati 14186206005
2. Siti Shofiyah
14186206006
3. Nurul Azizah 14186206007
4. Titin Anjar
Rahmawati 14186206010
5. Marta Liya
Purwaningsih 14186206267
STKIP
PGRI TULUNGAGUNG
PRODI PGSD
KATA PENGATAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan kita Rahmat serta
Hidayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul wawasan seni mengenai Nilai Estetis dan
Dorongan berkarya seni rupa dan periode seni untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Seni Rupa.
Kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
karena pengalaman yang kami miliki
masih kurang, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini, sehingga kami dapat
memperbaiki bentuk maupun isi dari makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih
baik lagi.
Harapan kami semoga
makalah ini dapat di manfaatkan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembacanya. Akhir kata, kami sampaikan
terima kasih terhadap semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan
makalah ini.
Tulungagung, Oktober 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata pengantar.............................................................................................. 2
Daftar
isi......................................................................................................... 3
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang......................................................................................... 4
1.2 Rumusan
Masalah.................................................................................... 5
1.3 Tujuan...................................................................................................... 5
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Nilai Estetis ......................................................................... 6
2.2 Dorongan Berkarya Seni dan Perode Seni………................................. 9
2.2.1
Sejarah Berkarya
Seni ……................................................. 9
2.2.2
Periode Seni
………………….............................................10
BAB
III PENUTUP
3.1.Kesimpulan.............................................................................................. 22
Daftar
Pustaka............................................................................................... 23
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Seni
rupa adalah cabang seni yang menggunakan media rupa dalam penyampaiannya. Unsur
media rupa ini dapat berupa titik, garis, bidang, bentuk, warna, tekstur,
gelap-terang. Seni rupa menurut kegunaannya dibedakan menjadi tiga yaitu seni
rupa murni, seni rupa terapan dan desain. Seni rupa murni adalah suatu karya
seni yang menggunakan media visual yang digunakan sebagai pemuas ekspresi
pribadi atau karya yang dibuat hanya digunakan untuk kepuasan dirinya sendiri.
Seni rupa murni terdiri dari seni lukis, seni grafis, seni patung, seni
instalasi.
Sedangkan
seni rupa terapan adalah karya seni rupa yang menitikberatkan pada aspek
kegunaan atau fungsi. Seni rupa terapan terdiri dari berbagai macam hasil karya
seni kriya, baik kriya kayu, kriya kulit, kriya logam, kriya keramik, kriya
tekstil, batik. Seni rupa desain terdiri
dari desain produk, desain grafis, desain arsitektur, desain
interior-eksterior. Seni rupa Nusantara adalah suatu karya seni rupa yang
terdapat di wilayah Nusantara. Seni rupa Nusantara menurut periode perkembangan
dibagi menjadi Zaman Batu, Zaman Klasik,
dan Zaman Indonesia Baru.
Estetika
adalah salah satu cabang filsafat yang membahas keindahan. Estetika merupakan
ilmu membahas bagaimana keindahan bisa terbentuk, dan bagaimana supaya dapat
merasakannya. Pembahasan lebih lanjut mengenai estetika adalah sebuah filosofi
yang mempelajari nilai-nilai sensoris yang kadang dianggap sebagai penilaian
terhadap sentimen dan rasa. Estetika merupakan cabang yang sangat dekat dengan
filosofi seni.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan nilai
Estetis seni ?
2.
Bagaimana dorongan berkarya seni dan
periode seni ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembahasan
tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Dapat mengetahui pengertian dari nilai
estetis seni
2.
Dapat mengetahui dorongan berkarya seni
3.
Dapat mengetahui periode seni
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Nilai Estetis
Menurut
Etimiligi, Estetika berasal dari bahasa Yunani, αισθητική, dibaca aisthetike.
Pertama kali digunakan oleh filsuf Alexander Gottlieb Baumgarten pada 1735
untuk pengertian ilmu tentang hal yang bisa dirasakan lewat perasaan. Estetika
terdiri dari tiga hal, yaitu:
1. Studi
mengenai fenomena estetis. Studi mengenai fenomena perseps
2. Studi
mengenai seni sebagai hasil pengalaman estetis
3. Penilaian
keindahan
Meskipun awalnya sesuatu yang indah
dinilai dari aspek teknis dalam membentuk suatu karya, namun perubahan pola
pikir dalam masyarakat akan turut memengaruhi penilaian terhadap keindahan.
Misalnya pada masa romantisme di Perancis, keindahan berarti kemampuan
menyajikan sebuah keagungan. Pada masa realisme, keindahan berarti kemampuan
menyajikan sesuatu dalam keadaan apa adanya. Pada masa maraknya de Stijl di
Belanda, keindahan berarti kemampuan memadukan warna dan ruang serta kemampuan
mengabstraksi benda. Nilai yang berhubungan dengan segala sesuatu yang tercakup
dalam pengertian keindahan disebut nilai estetik.
Keindahan seharusnya sudah dinilai
begitu karya seni pertama kali dibuat. Namun rumusan keindahan pertama kali
yang terdokumentasi adalah oleh filsuf plato yang menentukan keindahan dari proporsi,
keharmonisan, dan kesatuan. Sementara aristoteles menilai keindahan datang dari
aturan-aturan, kesimetrisan, dan keberadaan.Keindahan seharusnya memenuhi banyak
aspek-aspek
jasmani dan aspak rohani.
Artikel
nilai estetika dan filosofi moral dalam membangun rumah.Nilai Moral, Estetika dan Filosofi
dalam Membangun Sebuah Rumah
Membangun sebuah rumah memerlukan
perencanaan yang matang dan baik. Oleh karena itu seseorang tidak dituntut
untuk dapat membangun rumah saja, namun juga dituntut untuk dapat mengutamakan
berbagai nilai yang ada dalam proses membangun rumah. Seseorang yang membangun
rumah berarti dia mempunyai sebuah tanggung jawab untuk lingkungannya, demikian
juga dengan membawa beberapa unsur yang lainnya seperti unsur estetika dan
unsur filosofi.
Sebuah bangunan yang indah tidak hanya
mengedepankan nilau estetika saja, tapi juga memiliki nilai moral bagaimana
sebuah bangunan juga sesuai dengan kebudayaan yang bekembang di masyarakat
tersebut. Begitu pula dengan nilai estetika dari sebuah rumah, sebuah rumah
yang baik tidak mengesampingkan estetika, estetika berarti keindahan. Keindahan
dalam membangun rumah juga penting dan layak untuk diwujudkan secara nyata.
Unsur filosofi biasanya berkaitan dengan adanya intervensi budaya pada sebuah
bangunan, aplikasi seperti adanya simbol, ornamen, dan desain tertentu pada
sebuah rumah sangat erat kaitannya dengan budaya yang mewakili rumah tersebut. Seperti penjelasan dibawah ini:
1.
Arsitektur dan Membangun Rumah
Pada sebuah bangunan seseorang dituntut
untuk mewujudkan dengan memenuhi kaidah-kaidah arsitektur. Lalu apakah
sebenarnya arsitektur itu sendiri?
Arsitektur
adalah proses perencanaan dan pemikiran yang dikerjakan secara sadar oleh
manusia untuk mewujudkan sebuah bangunan, ataupu rumah tinggal.Arsitektur
berada pada seni dan teknologi yang daling melengkapi satu dengan yang lainnya
sehingga kita menyadari bahwa arsitektur tidak akan pernah lepas dari unsur
seni yang ada.
2.
Nilai Estetika
Dalam membincangkan apa itu estetika
kita tidak akan pernah lepas dari perbincangan tentang budaya. Ibarat sebuah
nyawa, estetika adalah nyawa dari sebuah karya, dalam hal ini adalah karya
arsitektur yang menjadi fokus perbincangan. Pada perkembangan lanjut tentang
estetikan, kita akan banya membicarakan bgaimana masyarakat menilai sebuah
estetika itu sendiri.Nilai keindahan sebenarnya tidak memiliki ukuran tertentu
dan bebas dari segala rumusan. Namun pada sebuah bangunan wujud estetika akan
tampak pada kehormonian yang teraplikasikan dalam berbagai desain dan gaya.
Adanya beberapa aspek seperti keindahan dalam membingkai harmoni dan proporsi,
kesenangan pada adanya korelasi yang positif tentang arti efisiensi dan
kenyamanan, kesukaan atau delight yang menonjolkan pada aspek selera. Unsur
seni dan estetika pada sebuah bangunan tidak hanya akan terlihat pada ornamen
dan ragam hias yang terpasang namun juga pada desain yang ada pada bangunan
tersebut. Estetika akan semakin berkembang dan berevolusi sesuai dengan
permintaan dan tren yang ada di masyarakat. Hal inilah yang membuat banyak
desain arsitektur berkembang dan berproses sesuai dengan zamannya. Seringkali
sebuah desain rumah akan digemari pada suatu zaman namun pada suatu ketika akan
ditinggalkan.
3.
Nilai Filosofi
Sebuah rumah adalah aplikasi dari
unsur-unsur filosofi yang dianut oleh seseorang dan diaplikasikan dalam sebuah
ornamen, ragam hias, ataupun desain. Rumah tradisional biasanya kental oleh
unsur filosofi. Rumah tradisional kaya akan unsur ornamen dan ragam hias serta
desain yang memiliki simbol-simbol tertentu. Beragam ornamen hias akan mewakili
unsur filosofi tertentu dari beragam kebudayaan. Seperti ukiran yang terpahat
di dinding, dan ornament yang terpampang pada desain rumah. Beragam ornament
ini terkadang mewakili sebuah legenda, cerita, dan hal-hal yang banyak
mengandung makna filosofi lainnya.Menurut kamus itu selanjutnya nilai adalah
semata-mata suatu realita psikologis yang harus dibedakan secara tegas dari
kegunaan, karena terdapat dalam jiwa manusia dan bukan pada bendanya itu
sendiri. Nilai itu oleh orang dipercaya terdapat pada sesuatu benda sampai
terbukti ketakbenarannya. Tentang
nilai itu ada yang membedakan antara nilai subyektif dan nilai objektif, atau
ada yang membedakan nilai perseorangan dan nilai kemasyarakatan. Tetapi
penggolongan yang penting adalah nilai ekstrinsik dan nilai instrinsik
2.2 DORONGAN
BERKARYA SENI DAN PERIODE SENI
2.2.1
SEJARAH BERKARYA SENI
Dorongan
Berkarya Seni Seni prasejarah yang dihasilkan oleh manusia (homo sapiens)pertama,
dengan nyata telah memperlihatkan berbagai keunikan. Karya yang dibuat lebih
banyak dimaksudkan bagi keperluan hidup sehari-hari, untuk membantu tubuh dalam
menghadapi tantangan alam.Bila kita meneliti artifak peninggalan manusia
prasejarah dapat dipastikan bahwa kepercayaan animisme, dinamisme, dan
totemisme sudah ada pada saat itu. Kepercayaan tersebut menjadi tenaga
pendorong untuk berkarya, dan kita sering mengatakan bahwa karya itu
berlatarbelakang magis dan religius. Namun tidak sedikit pula karya seni,
khususnya seni rupa, yang dilatarbelakangi kepentingan praktis dan estetis
saja.
Benda-benda peninggalan seni prasejarah
yang dapat kita catatkan
di antaranya:
1.
Lukisan gua (cave painting) banyak ditemukan di Eropa dan di Indonesia
dengan berbagai gaya dan bentuk, dengan latar belakang magis.
2.
Bejana keramik (gerabah) dengan berbagai motif hias yang menarik untuk
kepentingan praktis.
3.
Genderang perunggu untuk kepentingan upacara religi yang dihiasi motif
stilasi makhluk hidup dan motif geometris yang artistik.
4.
Hiasan-hiasan tubuh (manik-manik), senjata, serta perlengkapan upacara,
termasuk patung-patung kecil dari batu atau logam.
Selain contoh karya yang dituliskan
tersebut masih banyak karya seni prasejarah yang lain, baik yang dihasilkan
pada zaman paleolitikum, messolitikum, megalitikum, neolitikum, maupun zaman
logam. Perlu dicatat juga bahwa karya yang memiliki nilai artistik yang tinggi,
terutama pada benda- benda yang tiga dimensional, dihasilkan sejak zaman
neolitikum dan zaman logam. Berdasarkan
penelitian, dorongan berkarya seni pada dasarnya meliputi:
1.
Dorongan magis dan religius (keagamaan).
2.
Dorongan untuk bermain.
3.
Dorongan untuk memenuhi kebutuhan praktis (sehari-hari).
Sejak zaman prasejarah ketiga dorongan
tersebut telah menjadi titik tolak kelahiran karya seni, dan akan menjadi dasar
dalam penciptaan dan pengembangan karya seni. Pada zaman sekarang, seniman
berkarya seni didasari berbagai dorongan berdasarkan misi dan visinya.
2.2.2
PERIODE SENI
Seni
menurut Popo Iskandar adalah karya cipta manusia yang bersifat kreatif dan
memiliki nilai seni yang dapat dikomunikasikan kepada orang lain. Seni memiliki
beberapa cabang, antara lain seni musik, seni rupa, seni tari, dan seni teater.
Pada materi berikut ini yang kita pelajari adalah cabang seni rupa. Seni rupa
di wilayah Nusantara sudah ada sejak
zaman prasejarah. Hal ini dibuktikan dengan diketemukannya hasil karya seni
rupa, baik berupa lukisan di dinding-dinding gua maupun benda-benda yang
digunakan untuk meramu. Hasil seni rupa pada zaman tersebut diperkiraan sebagai
sarana untuk melakukan ritual tertentu.
Seni
rupa adalah cabang seni yang menggunakan media rupa dalam penyampaiannya. Unsur
media rupa ini dapat berupa titik, garis, bidang, bentuk, warna, tekstur,
gelap-terang. Seni rupa menurut kegunaannya dibedakan menjadi tiga yaitu seni
rupa murni, seni rupa terapan dan desain. Seni rupa murni adalah suatu karya
seni yang menggunakan media visual yang digunakan sebagai pemuas ekspresi pribadi
atau karya yang dibuat hanya digunakan untuk kepuasan dirinya sendiri. Seni
rupa murni terdiri dari seni lukis, seni grafis, seni patung, seni instalasi.
Sedangkan seni rupa terapan adalah karya seni rupa yang menitikberatkan pada
aspek kegunaan atau fungsi. Seni rupa terapan terdiri dari berbagai macam hasil
karya seni kriya, baik kriya kayu, kriya kulit, kriya logam, kriya keramik,
kriya tekstil, batik. Seni rupa desain
terdiri dari desain produk, desain grafis, desain arsitektur, desain interior-eksterior. Seni rupa Nusantara adalah suatu
karya seni rupa yang terdapat di wilayah Nusantara. Seni rupa Nusantara menurut
periode perkembangan dibagi menjadi
Zaman Batu, Zaman Klasik, dan Zaman Indonesia Baru.
1. ZAMAN BATU
a. Zaman Batu
Tua (paleolithikum)
Zaman
paleolithikum ini ditandai dengan diketemukannya benda-benda dari batu kasar,
berupa kapak genggam (chopper) yang ditemukan di Pacitan (Jawa Timur), Parigi
(Sulawesi), Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat). Di Ngandong (Jawa
Tengah) ditemukan alat-alat dari batu beraneka warna yang berfungsi untuk
mengorek-orek ubi yang disebut flakes dan peralatan dari tulang (bone culture).
Selain itu juga ditemukan lukisan kuno di gua Leang-leang (Sulawesi Selatan)
objek lukisan di gua ini berupa telapak tangan dan tubuh manusia. Di Papua
objek lukisannya berupa binatang terdapat cipratan darahyang dicampur dengan
lemak.
Lukisan dinding gua Serpihan
batu Bone Culture
Lascaux Palaelithikum
b. Zaman Batu
Tengah (mezolithikum)
Pada
zaman ini kehidupan nenek moyang kita sudah mulai maju dan berkembang. Hal ini
dibuktikan dengan diketemukannya ujung panah, flakes, batu penggiling, pipisan,
kapak batu dan alat-alat dari tanduk rusa. Nenek moyang kita pada zaman ini
diperkirakan sudah mulai menetap. hal ini dibuktikan dengan diketemukan
tumpukan kulit kerang setinggi tujuh meter di pantai timur Sumatra dan juga sudah diketemukan
pecahan tembikar dari tanah liat.
Kapak
batu Peninggalan
mezolithikum
c. Zaman Batu
Muda (neolithikum)
Pada
zaman ini nenek moyang kita sudah tinggal menetap. Dalam mencari mata
pencaharian mereka sudah mulai bercocok tanam. Pada periode ini telah ditemukan
kapak lonjong dan persegi. Kapak persegi (ditemukan di Lahat, Bogor, Sukabumi,
Karawang, Pacitan, Tasikmalaya dan lereng Gunung Ijen) diperkirakan untuk
bercocok tanam, memahat dan untuk memotong kayu. Sedangkan kapak lonjong
(ditemukan di Papua, Minahasa, Serawak dan Kepulauan Tanimbar) bentuknya bulat
memanjang dengan bagian ujung lancip dan tajam. Pada
zaman ini juga sudah diketemukan tembikar dari tanah liat yang sudah diberi
motif hiasan yang bersifat magis, perhiasan cincin, kalung, gelang dari batu
dan pakaian dari kulit kayu.
Kapak
lonjong Gerabah peninggalan masa neolithikum
d. Zaman Batu Besar (megalithikum)
Zaman
Batu Besar ditandai dengan adanya peninggalan monumen-monumen batu sebagai
upacara keagamaan yang dianut masyarakat pada saat itu. Peninggalan tersebut
berupa dolmen ( sejenis meja dari batu berukuran besar berfungsi untuk meletakkan
sesaji di atasnya dan juga sebagai tanda bahwa di bawahnya ada kuburannya),
menhir (bangunan yang menyerupai tugu sebagai tanda bersemayamnya roh-roh dan
kekuatan gaib), kuburan batu, sarcophagus (peti dari batu untuk menyimpan orang
mati), punden berundak (batu yang disusun berundak menyerupai candi) dan arca
batu.
Dolmen
Ballykel Menhir
Sarchopagus Punden
berundak
2. ZAMAN LOGAM
Zaman
ini ditandai masuknya kebudayaan Indo-Cina ke Indonesia sekitar 500 SM.
Peninggalan pada zaman logam berupa kapak perunggu, genderang perunggu, benda
hias dari perunggu.
Kapak
corong dari logam Nekara
3. ZAMAN KLASIK
Zaman
klasik adalah merupakan periode kerajaan-kerajaan di Nusantara. Pada zaman ini
dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu masa Hindu-Budha dan masa perkembangan
Islam. Periode Hindu-Budha merupakan pelajaran sangat berharga untuk
perkembangan seni rupa Nusantara. Hasil seni yang sangat menonjol adalah
peninggalan candi-candi di wilayah Nusantara, seperti Candi Borobudur, Candi
Prambanan dan candi-candi lainnya. Masyarakat lokal dapat belajar seni rupa ke
sekolah pendidikan formal di luar negeri. Periode Islam banyak meninggalkan
seni bangunan seperti masjid dan makam, bangunan keraton, kaligrafi, dan ragam
hias bercirikan khas Islam.
Candi
Pringapus Candi
Prambanan
3.
ZAMAN INDONESIA BARU
Pada
periode ini seni rupa Nusantara mulai dipengaruhi oleh budaya barat. Pada masa
ini seni rupa dikelompokkan menjadi :
a. Masa
Perintisan
Masa
Perintisan adalah masanya Raden Saleh yang merupakan juru gambar Belanda. Karya
Raden Saleh antara lain : Antara Hidup dan Mati (pertarungan antara seekor
banteng dan dua ekor singa), Penangkapan Diponegoro, Perkelahian dengan
Binatang Buas, Perburuan, Hutan Terbakar, Banjir, Harimau dan Mangsanya, Merapi
yang Meletus.
Perkelahian
dengan Singa karya Penangkapan Diponegoro karya Raden Saleh Raden
Saleh
b. Masa Mooy
Indie
Masa
Raden Saleh mengalami kekosongan muncul pelukis Abdullah Suryosubroto keturunan
bangsawan Solo. Sekolah di Akademi Kesenian di Eropa kemudian mengembangkan
lukisannya di Indonesia dengan gaya yang berbeda. Gaya Abdullah Suryosubroto
menekankan keelokan dan suasana keindahan alam di Indonesia. Jadi objek lukisannya
adalah pemandangan alam yang indah dan wanita-wanita cantik. Kemudian pada masa
ini disebut dengan masa Indonesia Jelita (Mooy Indie). Pelukis lainnya adalah
Wakidi, Pirngadi, Basuki Abdullah dan Wahdi.
Gadis
cantik karya
Basuki
Abdullah Rara Kidul Lukisan pemandangan alam
c.
Masa Cita Indonesia
Perbedaan
kenyataan antara keindahan yang dibuat oleh Abdullah Suryosubroto dengan
kenyataan bangsa Indonesia yang melarat dan menderita, pelukis S. Sudjoyono
mempelopori lukisan yang bertolak belakang dengan Mooy Indie. Kemudian
mendirikan perkumpulan ahli gambar Indonesia (PERSAGI) yang anggotanya Agus
Jayasuminta, L. Sutioso, Rameli, Abdul Salam, Otto Jaya, S. Sudiarjo, dan
lainnya. Karya S. Sudjoyono antara lain Di
Depan Kelambu Terbuka, Sayang Saya Bukan Anjing, Jongkatan, Cap Go Meh, Mainan
Anak-anak Sunter, Bunga Kamboja dan Nyekar.
Di
depan kelambu terbuka karya S.Soedjojono
d.
Masa Pendudukan Jepang
Pada masa ini pelukis
dari golongan rakyat biasa sudah mulai banyak bermunculan, seperti Affandi,
Kartono Yudhokusumo, Nyoman Ngedon, Hendra Gunawan, Henk Ngantung.
Penari Ronggeng karya Hendra Gunawan
e. Masa
Kemerdekaan
Pada
masa ini Affandi mendirikan perkumpulan Seniman Indonesia Muda (SIM).
Anggotanya Affandi, Hendra Gunawan, Suromo, Surono, Abdul Salam, Sudibyo, dan
Trisno Sumarjo. Setelah keluar dari SIM Affandi dan Hendra Gunawan mendirikan
Peloekis Rakyat yang beranggotakan Kusnadi, Sudarso, Sasongko, Trubus.
Karya Affandi
f. Masa
Seni Rupa Baru
Pada masa ini para pelukis sudah berani
menampilkan corak baru dalam penggarapannya. Para seniman muda ini berusaha
menciptakan sesuatu yang baru yang tidak tergantung pada suatu media tertentu,
tetapi sudah menggunakan berbagai media untuk menghasilkan sesuatu yang berbeda.
Penerapan konsep-konsep yang tabu sudah diungkapkan lewat lukisannya.
Lukisan
abstrak Lukisan abstrak Sosok Ibu Pertiwi
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Estetika adalah sebuah filosofi yang mempelajari
nilai-nilai sensoris yang kadang dianggap sebagai penilaian terhadap sentimen
dan rasa. Estetika merupakan cabang yang sangat dekat dengan filosofi
seni.Dorongan berkarya seni pada dasarnya meliputi:
1. Dorongan magis dan religius
(keagamaan).
2. Dorongan untuk bermain.
3. Dorongan untuk memenuhi kebutuhan
praktis (sehari-hari).
Sejak zaman prasejarah ketiga dorongan
tersebut telah menjadi titik tolak kelahiran karya seni, dan akan menjadi dasar
dalam penciptaan dan pengembangan karya seni. Pada zaman sekarang, seniman
berkarya seni didasari berbagai dorongan berdasarkan misi dan visinya.
Seni rupa adalah cabang seni yang menggunakan media
rupa dalam penyampaiannya. Unsur media rupa ini dapat berupa titik, garis,
bidang, bentuk, warna, tekstur, gelap-terang. Seni rupa menurut kegunaannya dibedakan
menjadi tiga yaitu seni rupa murni, seni rupa terapan dan desain. Seni rupa
Nusantara adalah suatu karya seni rupa yang terdapat di wilayah Nusantara. Seni
rupa Nusantara menurut periode perkembangan dibagi menjadi Zaman Batu, Zaman Klasik, dan Zaman Indonesia
Baru.
1. ZAMAN BATU
2.
ZAMAN LOGAM
3.
ZAMAN KLASIK
4. ZAMAN INDONESIA BARU
DAFTAR
PUSTAKA
-
googleweblight.com/?lite_url=http://iffadewi017.blogspot.co.id/2012/07/seni-rupa-zaman-prasejarah-dan-hindu-di.html%3Fm%3D1&lc=id-
-
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Perdiode_senirupa_modern_Indonesia
-
http://psrpgsdstkippgritulungsgung.blogspot.co.id/2015/09/pendidikan-seni-rupa-dan-kerajinan-pgsd.html?m=1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar